BIMBINGAN DAN KONSELING DALAM KURIKULUM 2013

A. Peran dan Fungsi Bimbingan dan Konseling dalam Implementasi Kurikulum 2013
1. Menguatkan Pembelajaran yang Mendidik
Untuk mewujudkan arahan Pasal 1 (1), 1 (2), Pasal 3, dan Pasal 4 (3) UU No. 20 tahun 2003 secara utuh, kaidah-kaidah implementasi Kurikulum 2013 sebagaimana dijelaskan harus bermuara pada perwujudan suasana dan proses pembelajaran mendidik yang memfasilitasi perkembangan potensi peserta didik. Untuk mewujudkan lingkungan belajar dimaksud, guru hendaknya: (1) memahami kesiapan belajar peserta didik dan penerapan prinsip bimbingan dan konseling dalam pembelajaran, (2) melakukan asesmen potensi peserta didik, (3) melakukan diagnostik kesulitan perkembangan dan belajar peserta didik, (4) mendorong terjadinya internalisasi nilai sebagai proses individuasi peserta didik. Perwujudan keempat prinsip yang disebutkan dapat dikembangkan melalui kolaborasi pembelajaran dengan bimbingan dan konseling.

2. Memfasilitasi Advokasi dan Aksesibilitas
Kurikulum 2013 menghendaki adanya diversifikasi layanan, jelasnya layanan peminatan. Bimbingan dan konseling berperan melakukan advokasi, aksesibilitas, dan fasilitasi agar terjadi diferensiasi dan diversifikasi layanan pendidikan bagi pengembangan pribadi, sosial, belajar dan karir peserta didik. Untuk itu kolaborasi guru bimbingan dan konseling/konselor dengan guru mata pelajaran perlu dilaksanakan dalam bentuk: (1) memahami potensi dan pengembangan kesiapan belajar peserta didik, (2) merancang ragam program pembelajaran dan melayani kekhususan kebutuhan peserta didik, serta (3) membimbing perkembangan pribadi, sosial, belajar dan karir.

3. Menyelenggarakan Fungsi Outreach
Dalam upaya membangun karakter sebagai suatu keutuhan perkembangan, sesuai dengan arahan Pasal 4 (3) UU No. 20/2003, Kurikulum 2013 menekankan pembelajaran sebagai proses pemberdayaan dan pembudayaan. Dalam konteks ini kolaborasi guru bimbingan dan konseling/konselor dengan guru mata pelajaran hendaknya terjadi dalam konteks kolaborasi yang lebih luas, antara lain: (1) kolaborasi dengan orang tua/keluarga, (2) kolaborasi dengan dunia kerja dan lembaga pendidikan, (3) “intervensi” terhadap institusi terkait lainnya dengan tujuan membantu perkembangan peserta didik



B. Eksistensi Bimbingan Dan Konseling Dalam Implementasi Kurikulum 2013
Keberadaan Bimbingan dan konseling dalam pendidikan di Indonesia,  sesungguhnya sudah dimulai sejak tahun 1964, yang disebut “Bimbingan dan Penyuluhan” ketika diberlakukan “Kurikulum Gaya Baru.”Bimbingan dan  Penyuluhan  pada waktu itu dipandang sebagai unsur pembaharuan dalam  penyelenggaraan pendidikan di Indonesia.  Sejak diberlakukan Kurikulum Tahun  1975, pelayanan bimbingan dan penyuluhan telah dijadikan sebagai bagian  integral dari keseluruhan upaya  pendidikan. Petugas yang secara khusus  melaksanakan pelayanan bimbingan dan konseling pada saat itu disebut Guru  Bimbingan dan Penyuluhan (Guru BP).
Sejak diberlakukannya kurikulum 1994, sebutan untuk Guru BP berubah menjadi  Guru Pembimbing, sebutan resmi ini diperkuat dengan Surat Keputusan Menteri  Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 84 Tahun  1995 tentang  Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya, serta Surat Keputusan Menteri Pendidikan  dan Kebudayaan No.025/0/1995 tentang Petunjuk Teknis Ketentuan Pelaksanaan  Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya antara lain mengandung arahan  dan ketentuan pelaksanaan pelayanan bimbingan dan konseling di  Sekolah/Madrasah oleh guru kelas di SD dan guru pembimbing di SLTP dan  SLTA.
Dalam  Kurikulum  Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP 2006), posisi dan arah  layanan bimbingan dan konseling di sekolah sesungguhnya mengalami  kemunduran, karena adanya pemahaman tentang konteks tugas dan ekspektasi  kinerja konselor yang tidak menggunakan materi pelajaran sebagai konteks  layanan keahliannya, dengan ekspektasi kinerja guru yang menggunakan materi  pelajaran sebagai konteks layanan keahliannya. Bimbingan dan konseling dibawa  ke wilayah pembelajaran yang berpayung pada standar isi,  bimbingan dan  konseling menjadi bagian dari standar isi yang dituangkan menjadi  pengembangan diri dan menjadi salah satu komponen kurikulum.
Dengan demikian, posisi  guru bimbingan dan konseling (dalam Pasal 1 ayat 6 UU RI No. 20/2003 disebut  konselor) sejajar dengan guru bidang studi/mata pelajaran dan administrator Sekolah/Madrasah. Demikian pula dalam Permendiknas No. 22/2006   menempatkan pelayanan bimbingan dan  konseling sebagai bagian integral dari standar isi satuan pendidikan dasar dan menengah.
Posisi Bimbingan dan Konseling dalam Pendidikan. Merujuk pada UU RI No. 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, sebutan  untuk guru pembimbing  dinyatakan dalam sebutan ‟Konselor.”  Keberadaan konselor dalam sistem pendidikan nasional dinyatakan sebagai salah satu kualifikasi pendidik, sejajar dengan kualifikasi guru, dosen, pamong belajar, tutor, widyaiswara, fasilitator dan instruktur (UU RI No. 20/2003, pasal 1 ayat 6). Pengakuan secara eksplisit dan kesejajaran posisi antara tenaga pendidik satu dengan yang lainnya tidak menghilangkan arti bahwa setiap tenaga pendidik, termasuk konselor, memiliki konteks tugas, ekspektasi kinerja, dan  setting pelayanan spesifik yang mengandung keunikan dan perbedaan.

Prinsip dasar Layanan Bimbingan dan Konseling dalam Implementasi Kurikulum 2013
1. Hakikat dan Urgensi Bimbingan dan Konseling
Bimbingan pada hakikatnya merupakan proses memfasilitasi pengembangan nilai-nilai inti karakter melalui proses interaksi yang empatik antara konselor (guru bimbingan dan konseling) dengan peserta didik, dimana konselor membantu peserta didik untuk mengenal kelebihan dan kelemahan dalam berbgai aspek perkembangan dirinya, memahami peluang dan tantangan yang ditemukan di lingkungannya, serta mendorong penumbuhan kemandirian peserta didik (konseli) untuk mengambil berbagai keputusan.
2.  Kolaborasi  Guru Bimbingan dan Konseling/Konselor, Guru Mata pelajaran    dan Orang Tua dalam Pengembangan  Kemandirian  sebagai Nilai Inti Karakter
Pelayanan bimbingan dan konseling diharapkan membantu peserta didik dalam  pengenalan diri, pengenalan lingkungan dan pengambilan keputusan, serta  memberikan arahan terhadap perkembangan peserta didik;  dan  tidak hanya  untuk peserta didik bermasalah tetapi menyangkut seluruh peserta didik.  Pelayanan bimbingan dan konseling tidak terbatas pada peserta didik tertentu   atau yang perlu  „dipanggil‟  saja”, melainkan untuk seluruh peserta didik  (Guidance and counseling for all).
Sumber:
Sudrajat, A. (2013). Masukan Pemikiran Tentang Peran Bimbingan Dan Konseling Dalam Kurikulum 2013. [online]. Diakses dari:

Komentar

Postingan Populer